Polemik Pertimahan Indonesia, BRiNST Minta Pemerintah Evaluasi RKAB Perusahaan Smelter
PANGKALPINANG, iNews.id – Babel Resources Institute (BRiNST) meminta pemerintah mengevaluasi Rencana Kerja Anggaran Belanja (RKAB) perusahaan smelter timah di Indonesia. Sebab, eksploitasi yang tak bisa dikendalikan akan berdampak buruk pada bisnis pertimahan nasional.
Direktur BRiNST, Teddy Marbinanda mengatakan ekspor timah Indonesia pada 2022 lalu mencapai 74.408 metrik ton (MT). Rinciannya 19.825 MT (PT Timah Tbk) dan 54.255 MT (private smelter).
“Ekspor timah yang jor-joran menjadi sorotan, apalagi saat praktik penambangan timah secara ilegal dan jual beli timah di kalangan koletor atau pengepul timah ilegal masih terjadi di Bangka Belitung,” katanya, Selasa (5/9/2023).
Dalam catatan Babel Resource Institute (BRiNST), kata dia, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BKPK) pada 2022 lalu menilai perlu adanya pembenahan tata kelola industri timah dalam negeri. Hal itu seiring adanya potensi kerugian negara Rp2,5 triliun dari pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah operasi PT Timah Tbk (TINS).
“Temuan yang didapati oleh BPKP ini seharusnya dicermati oleh pihak-pihak terkait termasuk aparat penegak hukum (APH),” ujarnya.
Dia menjelaskan pada semester 1 tahun 2023 pihaknya melihat kecenderungan yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah ekspor tidak akan banyak berbeda. Berdasarkan data hingga Juni 2023 yang diolah BRiNST dari Kementerian Perdagangan, ekspor timah dari Indonesia mencapai 31.876,56 MT.
“Sebagian besar ekspor tersebut berasal dari smelter swasta. Pada semester 1 tahun 2023 PT Timah Tbk selaku pemilik konsesi terbesar di Indonesia mengekspor 8.307 MT timah, sedangkan smelter swasta mengekspor 23.570 MT,” ucapnya.
Dia menuturkan berdasarkan riset dan observasi lapangan BRiNST, RKAB yang dikeluarkan perlu dilakukan evaluasi. Penerbitan RKAB tentunya harus berdasarkan pada tahapan eksplorasi yang benar.
“Sehingga bisnis pertambangan yang adil dan bertanggung jawab dapat terwujud di Bangka Belitung,” tuturnya.
Berdasarkan data yang dipublis oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia, kata dia, ekspor timah mengalir deras dari perusahaan smelster timah yang hanya memiliki wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di bawah 10.000 hektare dan bahkan ada yang di bawah 1.000 hektare.
“Kuota ekspor yang diberikan sangat erat kaitannya dengan persetujuan RKAB yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral Batubara, Kementerian ESDM,” katanya.
Menurut dia persetujuan yang semestinya harus ditinjau ulang, hal itu melihat indikasi korupsi yang terungkap akhir-akhir ini.
“Kasus korupsi pertambangan yang terjadi di wilayah IUP PT Antam, Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara bisa saja terjadi di Bangka Belitung,” ujarnya.
Editor : Ikhsan Firmansyah
Follow Berita iNewsBabel di Google News
Bagikan Artikel: